Menjadi Kepala dan Bukan Ekor
“Tuhan akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah Tuhan, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kau lakukan dengan setia, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya.” (Ulangan 28; 13-14)
Berdasarkan ayat ini, banyak hamba Tuhan mendoakan kita seperti ini : “Saudara akan menjadi kepala dan bukan ekor”, lalu kita berteriak sekeras-kerasnya : “Amin!”, tanpa mengetahui arti doa ini. Kita tidak berpikir tentang bagaimana proses menjadi kepala, kita tidak berpikir tentang bagaimana tanggung jawab menjadi kepala, pokoknya teriak “amin” saja.
Tetapi suatu hari Tuhan bukakan pengertian kepada saya, bagaimana tanggung jawab sebagai seorang kepala. Suatu hari saya bermimpi, saya sedang berdiri di suatu tempat, lalu ada kecoa bertengger entah dimana, posisinya lebih tinggi dari kepala saya, dan sedang bersiap-siap hendak terbang menyerang saya. Tetapi tiba-tiba muncullah seorang hamba Tuhan senior, langsung datang dan mengusir kecoa itu sehingga tidak jadi menyerang saya.
Bangun tidur saya berdoa begini : “Tuhan, ini mimpi yang lucu, tetapi aku bersyukur, walaupun aku tidak mengerti.” Kalau saya sebut nama hamba Tuhan itu, anda juga pasti mengatakan itu mimpi yang lucu. Pada saat itu, saya berpikir itu hanya bunga tidur, karena saya punya phobi dengan kecoa dan saya terlalu sering mendengarkan kaset kotbah hamba Tuhan itu, jadi sampai terbawa mimpi.
Tetapi rupanya Tuhan tidak menganggapnya lucu. Karena suatu hari ketika saya sedang mendengarkan kotbah hamba Tuhan lain, Tuhan singkapkan pengertiannya. Ketika hamba Tuhan lain itu sedang berkata “tudung rohani”, tiba-tiba muncul vision tentang mimpi itu dan sebuah ayat berbunyi begini :
“Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu, sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab atasnya. Dengan jalan itu mereka akan melakukannya dengan gembira, bukan dengan keluh kesah, sebab hal itu tidak akan membawa keuntungan bagimu.” (Ibr 13;17)
Menjadi kepala atau pemimpin, tidak hanya bicara tentang wewenang dan kekuasaan saja, tetapi juga bicara tentang tanggung jawab. Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin besar pula ‘tanggung jawab’nya, tidak hanya ada di dalam dunia sekuler saja, tetapi juga dalam dunia kerohanian, hanya berbeda. Di dalam dunia sekuler, seorang Project Manager hanya bertanggung jawab terhadap kelangsungan proyek saja, tetapi tidak bertanggung jawab atas keselamatan jiwa bawahannya. Tetapi dalam dunia kerohanian, seorang pemimpin rohani, entahkah itu gembala, entahkah itu atasan dalam pelayanan, ternyata mereka harus bertanggung jawab dan berjaga-jaga atas jiwa kita. Firman Tuhan mengatakannya.
Oleh sebab itu ‘menjadi kepala dan bukan ekor’, adalah suatu perjalanan panjang dari ekor sampai kepala, yang mana dalam perjalanan itu terdapat latihan panjang yang berkorelasi dengan peningkatan tanggung jawab sedikit demi sedikit sesuai dengan kemampuan kita. Dan peningkatan tanggung jawab berkorelasi dengan peningkatan posisi. Perjalanan dari ekor sampai kepala adalah perjalanan pertumbuhan karakter, perjalanan pertumbuhan iman dan perjalanan ketaatan.
1. PERJALANAN PERTUMBUHAN KARAKTER
Kita sudah menyadari bahwa dalam perjalanan kita bersama Tuhan, Tuhan melatih karakter kita sedikit demi sedikit, melalui berbagai hal yang menjengkelkan yang terjadi sehari-hari dalam hidup kita. Seberapa besar pertumbuhan karakter kita, menentukan seberapa besar Tuhan dapat memberi tanggung jawab kepada kita, korelasinya adalah seberapa tinggi Tuhan dapat memberi kita posisi, baik dalam pelayanan maupun dalam dunia sekuler.
Apa yang terjadi jika Tuhan tidak repot-repot melatih karakter kita dahulu, sebelum memberi kita suatu posisi kepala ? Kita pelajari ‘raja karbitan’ yang gagal seperti Saul. Saya sebut Saul adalah ‘raja karbitan’, karena Saul begitu cepat menjadi raja setelah diurapi, tanpa latihan yang panjang seperti Daud, akibatnya Saul gagal. Kita tidak dapat menyalahkan Tuhan atas kegagalan Saul, tetapi kita juga tidak dapat seratus persen menyalahkan Saul atas kegagalannya. Ingatlah bahwa Tuhan terpaksa cepat-cepat mengangkat Saul menjadi raja, karena desakan bangsa Israel sendiri.
“Sebab itu berkumpullah semua tua-tua Israel , mereka datang kepada Samuel di Rama dan berkata kepadanya : “Engkau sudah tua dan anak-anakmu tidak hidup seperti engkau; maka angkatlah sekarang seorang raja atas kami untuk memerintah kami, seperti pada segala bangsa-bangsa lain.” (1 Sam 8; 4-5)
Jadi Tuhan tidak sempat mendidik karakter Saul sebelum menjadi raja, tetapi Tuhan langsung mengangkatnya. Dari hal ini kita juga dapat belajar untuk tidak memaksa Tuhan melakukan kehendak kita, tetapi biarlah kehendak Tuhan yang terjadi dalam hidup kita, karena Tuhan tahu apa yang terbaik bagi kita, dan segala sesuatu indah pada waktunya.
Dan inilah salah satu kegagalan Saul akibat karakternya belum dididik Tuhan;
“Tetapi pada waktu mereka pulang, ketika Daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukaria dan dengan membunyikan gerincing, dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya : “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.” Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat, dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya “Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu, akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh kepadanya.” Sejak hari itu maka Saul selalu mendengki Daud.” (1 Sam 18 ; 6-8)
Sebagai raja, Saul punya wewenang, kekuasaan dan pengaruh besar. Hanya berkata : “Daud adalah musuh bersama,” maka seluruh rakyat mengikutinya begitu saja, tanpa mengetahui duduk perkaranya. Padahal kalau ditelusuri duduk perkaranya, hanyalah karena Saul mendengki Daud karena Daud lebih dimuliakan oleh perempuan-perempuan yang bernyanyi dan menari menyambut mereka. Hanya karena persoalan itu saja, 85 imam termasuk Ahimelekh dibunuh, dan seluruh penduduk Nod, yang adalah kota imam itu dibunuh. Begitulah bahayanya, jika seseorang begitu saja menjadi raja, tanpa karakter yang terlatih. Karena seorang raja atau seorang pemimpin mempunyai pengaruh besar terhadap bawahannya.
2. PERJALANAN PERTUMBUHAN IMAN
Sejalan dengan bertambahnya tanggung jawab, maka iman kita juga harus bertumbuh. Oleh sebab itu Tuhan perlu melatih iman kita dari hal-hal kecil sampai hal-hal besar. Apa akibatnya jika iman tidak dilatih secara bertahap ? Kita belajar lagi dari kegagalan Saul.
“Ia menunggu tujuh hari lamanya sampai waktu yang ditentukan Samuel. Tetapi ketika Samuel tidak datang ke Gilgal, mulailah rakyat itu berserak-serak meninggalkan dia. Sebab itu Saul berkata : “Bawalah kepadaku korban bakaran dan korban keselamatan itu.” Lalu ia mempersembahkan korban bakaran. Baru saja ia habis mempersembahkan korban bakaran, maka tampaklah Samuel datang. Saul pergi menyongsongnya untuk memberi salam kepadanya. Tetapi kata Samuel : “Apa yang telah kau perbuat ?” Jawab Saul : “Karena aku melihat rakyat itu berserak-serak meninggalkan aku dan engkau tidak datang pada waktu yang telah ditentukan, padahal orang Filistin telah berkumpul di Mikhmas, maka pikirku : Sebentar lagi orang Filistin akan menyerang aku di Gilgal, padahal aku belum memohonkan belas kasihan Tuhan; sebab itu aku memberanikan diri, lalu mempersembahkan korban bakaran.”
Kata Samuel kepadanya : “Perbuatanmu itu bodoh. Engkau tidak mengikuti perintah Tuhan, Allahmu yang diperintahkanNya kepadamu; sebab sedianya Tuhan mengokohkan kerajaanmu atas orang Israel untuk selama-lamanya. Tetapi sekarang kerajaanmu tidak akan tetap; Tuhan telah memilih seorang yang berkenan dihatiNya dan Tuhan telah menunjuk dia menjadi raja atas umatNya, karena engkau tidak mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan kepadamu.” (1 Sam 13; 8-14)
Apa yang membuat Saul gagal untuk menunggu Samuel ? Imannya tidak terlatih, ia terdesak karena rakyatnya sudah berserak-serak, ia ketakutan, lalu ia gagal untuk menunggu kedatangan Saul. Bayangkan, baru ‘kemaren sore’, ia hanya bertanggung jawab mencari 3 keledai ayahnya yang hilang, dan hari itu ia harus berhadapan dengan bangsa Filistin. Imannya tidak siap. Dari hal ini kita mengerti kenapa Tuhan perlu melatih iman kita setahap demi setahap, sebelum memberi kita posisi “pinggang”, atau “bahu”, atau bahkan “kepala”.
3. PERJALANAN KETAATAN
Mengapa dalam perjalanan dari ‘ekor sampai kepala’, melatih diri untuk hidup dalam ketaatan menjadi begitu penting ?
“Jadi sama seperti oleh ketidak taatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang, semua orang menjadi orang benar.” (Rm 5:19)
Jika kita berada pada posisi “pinggang”, maka ketaatan kita membuat semua orang dari ‘pinggang sampai ekor’ (yang kita pimpin), menjadi orang benar. Jika kita berada pada posisi “bahu”, maka ketaatan kita membuat semua orang dari ‘bahu sampai ekor’ (yang kita pimpin) menjadi orang benar Dan jika kita berada pada posisi “kepala”, maka ketaatan kita membuat semua orang dari “kepala sampai ekor” (yang kita pimpin) menjadi orang benar.
Kali ini kita ambil contoh pelanggaran Daud. Pelanggaran atau ketidak taatan Daud membuat semua orang yang dipimpinnya menjadi orang berdosa, dan mengakibatkan 70.000 rakyatnya mati kena tulah.
“Iblis bangkit melawan orang Israel dan ia membujuk Daud untuk menghitung orang Israel . Lalu berkatalah Daud kepada Yoab dan kepada para pemuka rakyat : “Pergilah, hitunglah orang Israel dari Bersyeba sampai Dan, dan bawalah hasilnya kepadaku, supaya aku tahu jumlah mereka. (2 Taw 21; 1-2)
Tetapi hal itu jahat di mata Allah, sebab itu dihajarNya orang Israel . Lalu berkatalah Daud kepada Allah : “Aku telah sangat berdosa karena melakukan hal ini; maka sekarang, jauhkanlah kiranya kesalahan hambaMu, sebab perbuatanku itu sangat bodoh.” Tetapi berfirmanlah Tuhan kepada Gad, pelihat Daud. “Pergilah, katakanlah kepada Daud : Beginilah Firman Tuhan : Tiga perkara kuhadapkan kepadamu : pilihlah salah satu dari padanya, maka Aku akan melakukannya kepadamu.”
Kemudian datanglah Gad kepada Daud, lalu berkatalah ia kepadanya :“Beginilah Firman Tuhan; Haruslah engkau memilih : tiga tahun kelaparan, atau tiga bulan lamanya melarikan diri dari hadapan lawanmu, sedang pedang musuhmu menyusul engkau, atau 3 hari pedang Tuhan, yakni penyakit sampar, ada di negeri ini, dan malaikat Tuhan mendatangkan kemusnahan di seluruh daerah orang Israel. Maka sekarang, timbanglah jawab apa yang harus kusampaikan kepada Yang Mengutus aku.” (1 Taw 21 ; 7-12)
Jadi sebagai raja, ketidak taatan atau pelanggaran Daud membuat 70.000 rakyatnya mati kena tulah. Sefatal itu akibat dari pelanggaran seorang raja. Jadi dapat kita lihat betapa pentingnya berlatih untuk hidup dalam ketaatan dalam perjalanan dari ekor sampai kepala ini. Dan berlatih untuk taat juga berarti berlatih dalam kepekaan mendengar suara Tuhan dan mengerti kehendakNya.
Jadi mengapa berambisi, mengapa bersaing ? Mengapa tidak kita nikmati saja proses hidup dalam Tuhan ? Yang berada di posisi ekor, bersyukurlah karena Tuhan belum memberi tanggung jawab kepadamu. Yang berada di posisi ‘pinggang’, bersyukurlah karena Tuhan belum memberi tanggung jawab besar kepadamu. Yang berada di posisi ‘bahu’, harus mulai waspada karena tanggung jawab anda mulai besar. Dan yang berada di posisi ‘kepala’, waspadalah karena tanggung jawab anda yang besar. Dan jika anda adalah ‘raja karbitan’, atau ‘kepala’ karena warisan atau nepotisme, waspadalah dan belajarlah dari kegagalan Saul.
Dan karena bersyukur, tidak perlu bukan untuk berambisi dan bersaing-saing ? Kita tahu bahwa ambisi dan persaingan menimbulkan iri hati, dan dari iri hati dan mementingkan diri sendiri timbul kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Jadi lebih baik kita bersyukur saja atas posisi masing-masing.
Dan lebih baik kita tidak mencela ataupun iri hati pada para gembala kita, laki-laki atau perempuan, karena seperti yang sudah kita pelajari di atas, ternyata tanpa sepengetahuan kita, Tuhan telah memakai mereka untuk berjaga-jaga atas jiwa kita, dan bertanggung jawab atasnya. Ini benar-benar bukan tanggung jawab yang mudah, jadi lebih baik kita mendoakan mereka, daripada bergossip, memfitnah, menentang ataupun memberontak kepada mereka. Dan sekali lagi saya katakan, Tuhan tidak melihat gender. Laki-laki atau perempuan, asalkan mau diproses, Tuhan akan mengangkat dia menjadi kepala. Jadi jangan katakan bahwa para pemimpin rohani wanita ini belum mengalami ‘proses pengolahan dan pendidikan’ yang panjang oleh Tuhan di dalam hidup mereka masing-masing. Tidak ada alasan untuk mencela mereka karena mereka wanita.
Dan segala sesuatu telah diletakkanNya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikanNya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. ( Ef 1;22)
Hesti. 23 September 2008