MENYALA ATAU MEREDUP

Matius 24:12-14
Sudah lebih dari 1 tahun kita berurusan dengan pandemic, dan ternyata dampaknya terus kita rasakan sampai sekarang. Bagaimana dengan diri kita sebagai orang percaya? Apakah Pandemi memberikan dampak yang negative kepada diri kita? Kita harus selalu berkaca dan introspeksi supaya kita waspada akan kondisi kerohanian kita. Kita seharusnya terus menyala dan tidak menjadi redup. Jangan sampai kasih kita menjadi dingin. Jangan sampai kita kehilangan semangat. Firman Tuhan ingatkan supaya kita tetap kuat dan setia agar kita selamat.
Jika kondisi kerohanian redup, itu pasti berpengaruh terhadap kondisi jasmani kita. Berikut adalah hal-hal yang kita perlu selalu uji dari diri kita:
1. APAKAH KASIH MULA-MULA MASIH TERUS “MEMBARA”
• Bagaimana dengan persekutuan pribadi kita dengan Tuhan? Apakah masih menjadi kebutuhan vital bagi jiwa kita? Apakah kita masih melakukannya dengan bergairah dan intensif?
• Ketika kita beribadah / menyembah Tuhan apakah masih sinkron antara mulut, pikiran dan hati kita? Bukan sekedar kebiasaan atau ritual? ( Yohanes 4:24, Yesaya 29:13)
• Apakah kualitas keintiman kita dengan Tuhan terus bertambah-tambah, terlepas dari apapun situasi yang kita alami? Kasih mula-mula tidak boleh meredup, kalau meredup atau menjadi dingin kita harus segera bertobat sebelum terlambat (Wahyu 2:4-5)

2. APAKAH KERAJINAN UNTUK “MELAYANI” MASIH KUAT?
• Kalau “roh”kita masih menyala-nyala, kerinduan dan kerajinan kita untuk melayani sesame juga seharusnya tidak akan mengendur. (Roma 12:11)
• Goncangan bisa terjadi kapan saja, tetapi orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan tidak akan tergoyahkan untuk terus melakukan dan menyelesaikan pekerjaan yang Tuhan percayakan kepadanya. ( Korintus 15:58)

3. MANA YANG LEBIH DOMINAN? PERKARA ROHANI ATAU JASMANI?
• Selama kita hidup di dunia ini kita tidak bisa lepas dari perkara-perkara jasmani, namun tidak baik juga kalau hidup kita hanya berkutat kepada perkara-perkara jasmani / dunia. (1 Yohanes 2:15-17)
• Kehidupan yang baik adalah ketika perkara-perkara jasmani juga berimbang dengan perkara-perkara rohani. Kita tidak bisa hanya focus kepada hal jasmani karena di kehidupan yang kekal kita tidak akan tinggal di dalam tubuh jasmani yang kita kenal. Namun kita juga tidak bisa hanya melihat kepada kehidupan yang kekal karena kehidupan kita di saat ini masih kita jalani di dalam tubuh jasmani kita.

PENUTUP
Tuhan Yesus pasti datang kembali. Kita harus teguh memperjuangkan dan mempertahankan kondisi kerohanian kita agar terus menyala (bahkan semakin besar) agar mahkota yang Tuhan siapkan benar-benar layak disematkan kepada kita (Wahyu 3:11). Bangun dan bakitkan semangat kita serta bercahayalah bagi kemuliaan Tuhan. (Efesus 5:14)

MANUSIA ROHANI ATAU DUNIAWI?

1 Korintus 2:6-16

 

Ada dua tipe manusia di bumi, satu dengan yang lain sangat berbeda dan bertolak belakang. Dalam kita Kejadian kita bisa lihat contoh yang tepat, yaitu Ishak anak Perjanjian (manusia rohani) dan Ismail anak menurut daging (manusia duniawi).

Menurut Firman tadi, kita bisa lihat perbedaan mendasar antara manusia rohani dan manusia duniawi :

  1. Manusia duniawi
  • Hidupnya dipimpin oleh kedagingannya
  • Tidak menerima apapun dari Roh Elohim (1 Korintus 2:14a)
  • Tidak memahami kehendak Elohim (1 Korintus 2:14b)
  • Dikuasai oleh iri hati sehingga mengalami perselisihan
  • Memegahkan hal-hal lahiriah (2 Korintus 5:12)
  1. Manusia Rohani
  • Hidupnya dipimpin oleh Roh Elohim karena ia dikaruniakan Roh Elohim (1 Korintus 2:13)
  • Hidupnya memberdayakan karunia-karunia Roh Elohim (2 Korintus 5:12)
  • Hidupnya diajar oleh Roh Kudus (2 Korintus 5:13b)
  • Mampu menilai segala sesuatu (2 Korintus 5:15)
  • Diberi Kuasa untuk menjadi saksi Kristus (Kisah 1:8)
  • Diberi Kuasa untuk menolak dosa
  • Menjadi milik Elohim dan hidup sesuai dengan kehendaknya

Penutup

Untuk menjadi manusia rohani, kita harus ‘dilahirkan kembali’. Tanpanya tidak mungkin kita menjadi manusia rohani. Setelah kita menjadi manusia rohani, kita harus tetap memelihara kehidupan kita dan jangan sampai kembali kepada kehidupan yang lama (2 Korintus 5:17)